Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

OPINI

Kawasan Suci Bukit Buluh Dikorbankan Demi Pusat Kebudayaan Bali?

Oleh: Wayan Westa

NANGUN SAT KERTHI LOKA BALI?: Kawasan Bukit Buluh yang berlokasi di Kabupaten Klungkung dinilai dikorbankan demi proyek Pusat Kebudayaan Bali (PKB) yang diperjuangkan Gubernur Bali, Wayan Koster. 

 

HARI INI, Jean Couteau, kolumnis, antropolog kelahiran Prancis menurunkan tulisan menarik di Harian Kompas. Termuat di kolom “Udar Rasa” dengan judul: Pertahankan Keindahan Alam Indonesia. Tulisan ini lebih bersifat edukasi kritis tentang kian porandanya keindahan alam Indonesia.

Tulisan itu menggelitik saya, karena Jean juga menyinggung Kawasan Bukit Buluh, yang kini tengah digarap tanpa ampun. Di mana kaki-kaki bukit yang indah itu dikeruk untuk keperluan pengurukan Pusat Kebudayaan Bali yang tengah dikerjakan di Desa Gunaksa, Klungkung, tepatnya di Bantaran Hilir Tukad Kali Unda.

Memang sudah berbulan-bulan tanah di kaki Bukit Buluh itu dikeruk untuk dipindahkan ke kawasan bantaran Tukat Kali Unda. Bahkan sejumlah media di Bali sudah pernah memberitakannya. Nampaknya, pengerukkan itu jalan terus.

Sejumlah protes dari masyarakat, jalan-jalan rusak menjadi resiko paling riil dari proses pengerukan itu. Bahkan, anggota dewan dari Kabupaten Klungkung telah berkali-kali menengoknya. Ya cuma menengok.

Persoalannya, kenapa Kawasan Bukit Buluh ini menjadi penting dan banyak protes bermunculan saat pengerukan terjadi? Alasan pertama, di bukit berpunggung terjal ini berdiri sejumlah pura yang berusia kurang lebih tujuh ratus tahun.

Dirunut dari kaki bukit, pura-pura itu meliputi Pura Dalem Setra Tutuan, Pura Bukit Buluh, Pura Bukit Tengah, Pura Bukit Mastapa, Pura Gunung Lingga, dan satu lagi pura milik keluarga Arya Dauh.

Bahkan bila dilihat dari tinggalan sarkopagus yang kini tersimpan di Pura Bukit Tengah, Gunaksa, nampak peradaban rohani telah dibangun ribuan tahun di Kawasan Bukit Buluh — di mana dalam sejumlah teks babad disebut juga sebagai “Kawasan Giri Wadhu”.

Kawasan yang sejak dulu kala diyakini sebagai kawasan suci warga Ki Mantri Tutuan yang kini jumlah KK-nya kurang lebih berjumlah 7.000 KK.

Saya bukanlah orang yang anti pembangunan. Saya juga yakin Bapak Gubernur Bali tak punya niat merusak kawasan ini. Alih-alih dengan visi yang idealistik “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”.

Namun begitulah mulai terjadi pengerukkan di kawasan indah ini, perusakan lingkungan yang seakan-akan dibiarkan. Lebih lanjut saya tidak tahu bagaimana perizinan bagi perusahan yang melakukan penggalian di kawasan ini.

Usul saya, karena pentingnya kawasan ini bagi peradaban rohani warga Bali, alih-ali bagi warga Ki Mantri Tutuan, sebaiknya kawasan ini dibiarkan asri lestari.

Atau bila pemerintah memiliki kepedulian sebagaimana visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”, selayaknya dan sangat urgen kawasan ini dijadikan kawasan lindung atau ia dikasi hak khusus sebagai “Kawasan Suci”.

Namun akan lebih baik lagi bila kawasan ini dijadikan kawasan penyangga Pusat Kebudayaan Bali yang tengah dikerjakan pemerintah Provinsi Bali.

Bayangkan bila topografi bukit ini compang-camping, suatu pemandangan yang tidak begitu indah dipandang dari Kawasan Pusat Kebudayaan Bali. Bila pengerukkan terus dibiarkan, kita akan kehilangan investasi keindahan yang luar biasa.

Saya berdoa supaya segenggam tanah yang dipindahkan dari kawasan ini tidak membawa kutuk bagi siapa saja. Saya minta maaf dari ujung kaki sampai ujung rambut, sekiranya tulisan ini melukai pembaca. (*/bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!