Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Seni Sana Sini

Jengki Pamer Penis di Silang Sengkarut

SATIR: Wayan Jengki Sunarta hadirkan banalitas seksualitas dalam 12 karya di Painting Exhibition Silang Sengkarut, 8-29 Mei 2022 di Dalam Rumah Art Station, Jalan Gatot Subroto VI No.5, Denpasar.

 

SILANG SENGKARUT menghadirkan suguhan berbeda di tahun 2022. Saat keyakinan akan hidup yang lebih baik hadir lantaran pandemi Covid-19 mereda namun rasa was-was kembali bergelora seiring mewabahnya hepatitis akut misterius, Outsider Art Project mempersembahkan pameran lukisan karya sejumlah seniman yang tidak mengklaim diri sebagai seniman. Mereka adalah Wayan Jengki Sunarta, Mediana Ayuning, dan Bonk Ava. Ketiganya tidak lahir dari kampus dengan jurusan seni rupa.

Jengki merupakan alumnus Antropologi Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana (1994-2000). Meski sempat mencicipi bangku kuliah Seni Lukis ISI Denpasar (2002-2003), ia lebih dikenal sebagai penyair, cerpenis, novelis, dan esais. Mediana Ayuning Putri Pradnyasasmitha kini menempuh pendidikan S-1 di Fakultas Biologi Universitas Udayana. Dunia anime dan hobi melukis sejak kanak-kanak serta pertemuan dengan mereka yang melukis sesuka hati memberi jalan lapang bagi Medi.

Bonk Ava pun demikian. Lahir dari pergulatan di Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP), pria bernama asli Putu Sumadana ini pantang membatasi diri mengeksplorasi media dalam melukis. Kertas kado, bungkus rokok, kotak korek api, dan segala yang berbau kertas disikatnya.

“Silang Sengkarut ini digarap dengan serius dan sungguh-sungguh oleh tim kerja yang tekun dan telaten serta saling bersinergi. Saya salut dengan tim kerja yang digerakkan oleh Ari Antoni yang sekaligus sebagai promotor pameran ini,” ucap Jengki, Rabu (4/5/2022) malam.

Ungkapnya Silang Sengkarut merupakan tajuk pameran yang mengacu pada karya-karya tiga pelukis yang berpameran. Gaya dan tematik yang diangkat masing-masing pelukis berbeda-beda, namun saling bersentuhan satu sama lain. Seolah seperti silang sengkarut atau jalin- menjalin. Masing-masing pelukis berupaya mengeksplorasi kecenderungan tematik yang disukai. Berusaha menemukan karakter dan jati diri dalam pergumulan dengan seni lukis.

“Tematik yang saya angkat dalam pameran ini lebih mengacu kepada persoalan banalitas seksualitas. Saya mengekspresikan banalitas itu lewat karya-karya yang relatif nakal, satir, sinis. Sebenarnya saya sedang menyampaikan kritik lewat karya-karya saya. Misalnya lewat simbol penis menjulur-julur. Itu kritik saya terhadap orang-orang yang lebih membanggakan penis ketimbang otak. Misalnya kita bisa lihat dalam keseharian produk-produk terkait penis dan seksualitas yang banyak diminati,” rinci Jengki sembari menyebut kurator Putu Sudiana Bonuz meloloskan 12 karyanya.

Menyoal kehadirannya sebagai pelukis Jengki curhat. Ia mengaku senang melukis sejak kanak-kanak. Namun mimpinya sekolah di SMSR (SMK Negeri 3 Sukawati, red) dan ISI Denpasar kandas karena keterbatasan biaya. “Ya saya sekolah dan kuliah di SMA dan kampus Unud. Baru setelah tamat dari Faksas Unud saya kuliah di ISI Denpasar (tidak tamat, red),” kenangnya.

Melukis bagi peraih penghargaan buku puisi terbaik Hari Puisi Indonesia 2021 itu merupakan sarana melepaskan ekspresi. Saat jenuh menulis atau stres, Jengki melukis.

“Menulis kan perlu konsentrasi penuh. Sementara dengan melukis saya bisa sambil ngobrol; suatu hal yang tak bisa dilakukan dalam menulis. Saya menemukan kanal pembebasan dan kebebasan dalam melukis,” tandas pria lajang kelahiran 22 Juni 1975 itu.

Jengki tak menampik Silang Sengkarut merupakan wadah sekaligus motivasi agar ia bisa terus berkarya dan meningkatkan kualitas goresan tangannya. Ia pun berharap pameran ini bisa diapresiasi oleh para penikmat seni rupa, khususnya di Pulau Dewata.

“Hehe…Setiap orang berpameran seni lukis tentu juga berharap agar karyanya laku. Ya semoga ada pihak-pihak yang berminat mengapresiasi dan membeli karya-karya kami. Agar kami bisa beli cat dan kanvas lagi. Hehe,” kelakar pria yang didapuk sebagai pembicara seminar “Membangun Dinamika Seni Rupa Indonesia” di Galeri Nasional Jakarta tahun 2007 silam. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!