Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Puan: Jangan Silau “Panggung Medsos”

MEDIA SOSIAL: Pakar komunikasi menjelaskan bahwa media sosial adalah kenyataan hari ini.

 

JAKARTA, Balipolitika.com– Bangun personal branding, sejumlah politisi berbondong-bondong ‘terjun’ ke media sosial (medsos). Hal ini dinilai relevan karena media sosial adalah kenyataan hari ini yang tidak bisa diabaikan.

Media sosial digunakan sebagai personal branding, yaitu strategi untuk membentuk citra diri sendiri sehingga masyarakat atau orang lain dapat menilainya dari prestasi dan pencapaian yang dimiliki.

Jika politisi terjun ke media sosial, maka dia siap berinteraksi dengan masyarakat. “Terbentuk pola komunikasi baru, masyarakat bisa langsung mengakses politisi. Komunikasi publik dengan politisi dengan kekuatan media sosial,” kata Pakar Komunikasi Universitas Indonesia, Firman Kurniawan.

Keberadaan media sosial tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pada survei yang dirilis Hootsuite tahun ini 73,7% persen masyarakat Indonesia terhubung dengan internet dan 68,9% aktif menggunakan media sosial.

Ada tiga hal, mengapa seorang politisi memanfaatkan media sosial. Pertama, untuk membangun awareness, politisi menunjukkan karakternya, menyampaikan misinya secara ringan. Kedua, keterlibatan publik, yaitu saat publik ikut berkomentar pada media sosial politisi tersebut.

“Kemudian ketiga, ada feedback dari publik dari yang ditawarkan publik cocok atau tidak. Kemudian kalau tidak cocok akan ada dialog,” sebut Firman.

Politisi yang terjun di media sosial harus menyelaraskan citranya. Politisi yang tampil ciamik, ramah, dan humoris di media sosial harus bersikap yang sama saat ditemui secara langsung.

“Ada teori dramaturgi, kita atur panggung depan dan panggung belakang. Katakan panggung depan adalah media sosial, maka di panggung depan ingin tampil sempurna, ideal. Publik harus diberi juga tampilan di belakang panggung,” ungkap Firman.

Tampilan di belakang panggung rincinya adalah keseharian tokoh tersebut. Apakah dia memang ramah, mau menjawab pertanyaan dan tidak anti terhadap kritik. “Jadi apa yang disajikan di media sosial idealnya tidak terlalu berbeda dengan di dunia nyatanya,“ kata Firman.

Untuk mengisi kanal-kanal media sosial, politisi dan timnya perlu kreatif. Konten yang kreatif adalah kunci. “Tergantung konten menarik atau tidak. Apakah topiknya sesuai dengan topik yang disukai masyarakat, apakah pesan komunikasinya  mudah dipahami oleh masyarakat pengguna media sosial,” kata Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas.

Konten yang bagus, entah itu video, teks maupun meme, menarik perhatian masyarakat. “Semakin baik sosialisasi semakin besar peluang untuk ter-ekspose pada komunitas-komunitas,” urai Sirojuddin.

Meski begitu, diinginkan bahwa mentereng di media sosial, politisi jangan lupa untuk bekerja karena masyarakat butuh aksi nyata ketimbang tebar pesona saja.

Politisi PDIP Puan Maharani menekankan perlunya bekerja dan gotong royong. “Jadi jangan kemudian kita itu asal pilih karena cuma kelihatan di panggung saja. Panggung itu panggung media, panggung TV, panggung sosmed, tapi pilih orang yang betul-betul pernah memperjuangkan kita, pernah bersama-sama kita, pernah bergotong-royong bersama kita,” pesan Puan. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!