Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Olahraga

ASN Jadi Pejabat KONI Bali, Togar Sentil Ciderai Reformasi dan Demokrasi

DISOROT LAGI: I Gusti Ngurah Oka Dharmawan, Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Bali masa bakti 2022-2026.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Sepak terjang I Gusti Ngurah Oka Dharmawan, Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Bali masa bakti 2022-2026 disorot. Yang teranyar, Oka Dharmawan disorot karena susunan Pengurus Baru KONI Bali yang dalam waktu dekat akan dilantik KONI Pusat sehingga agenda kerja Porprov 2022, Pra PON 2023, dan PON 2024 bisa segera terlaksana.

Pengamat Kebijakan Publik, Togar Situmorang menilai susunan pengurus yang baru yang disodorkan Oka Dharmawan belum mencerminkan Reformasi dan Demokrasi. “Sangat terlihat ada titipan dari oknum pejabat dan penguasa dalam susunan pengurus KONI Bali. Ini tentu menabrak sejumlah regulasi. Terbukti beberapa oknum di pengurus adalah ASN (aparatur sipil negara),” kata Togar Situmorang.

Menurutnya, regulasi yang pertama ditabrak, pada Pasal 40 UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. “Di pasal ini jelas mengatur tentang larangan ASN jadi pengurus KONI. Juga Pasal 56 ayat 1 sampai 4 dan PP No. 16/2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan,” tegas Togar Situmorang.

Selain itu, PP No. 11 tahun 2017 tentang PNS merangkap jabatan terutama dalam anggaran atau dana KONI yang bersumber dari pemerintah berupa hibah, APBN/APBD. SE Mendagri No. X 800/33/57 tanggal 14 Maret 2016 perihal tidak boleh ada rangkap jabatan Kepala Daerah atau Wakil, Pejabat Struktural dan Fungsional serta anggota DPRD masuk dalam kepengurusan KONI.

“Ada anggota DPRD masuk dalam Dewan Penyantun patut dipertanyakan. Karena diduga melanggar UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Di Pasal 188 dijelaskan, anggota DPRD dilarang merangkap jabatan badan usaha milik daerah dan atau badan lainnya yang anggaranya bersumber dari APBN dan APBD,” ujarnya.

Regulasi lain yang ditabrak yakni Pasal 56 ayat 1 PP 16/2007. Pengurus KONI Daerah bersifat mandiri dan tidak terkait dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik. “Bila terjadi di Kepengurusan KONI Bali maka, nasibnya serupa dengan KONI Jatim sehingga ketua meletakan jabatan dan struktur bubar,” kata Togar.

Bila dilanggar, lanjutnya, maka di PP No. 16 tahun 2007 Pasal 123 ayat 6 dan 7, menteri merekomendasi kepada pihak terkait menunda penyaluran dana kepada KONI provinsi, kabupaten dan kota.

Terkait sejumlah ASN dan anggota DPRD yang duduk di Kepengurusan KONI Bali Togar telah mengirim surat kepada kepada Kemenpora, DPR RI, Mendagri, Menpan RB dan KONI Pusat dengan tembusan ke presiden meminta klarifikasi apakah diperbolehkan ASN duduk dalam organisasi KONI.

Saat ini tim hukumnya sedang diskusi untuk mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan demi mengubah semangat sportivitas dan manajemen keterbukaan publik wajib diterapkan di kemudian hari.

“Masyarakat juga perlu mengawal jalan penyelenggaraan kegiatan KONI Bali ke depan karena sebelumnya bertiup dugaan korupsi yang telah dilayangkan secara terbuka seorang pecinta olahraga. Karena ada pengaduan di Kajati Bali diduga melibatkan mantan Ketua Umum KONI dan Ketua Umum KONI terpilih namun telah dicabut akibat ada tekanan untuk mencabut pengaduan tersebut,” tandas Togar Situmorang.

Ia juga berharap Kejaksaan Tinggi Bali segera menjalankan kewajiban melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi serta berupaya mengembalikan kerugian negara akibat korupsi.

Ia mengingatkan, Indonesia Negara Hukum sesuai pasal 1 Ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan berdasarkan UU No.16 Tahun 2004 tentang kejaksaan dasar hukum kewenangan jaksa sebagai penyidik terdapat dalam Pasal 30 ayat 1 Huruf D serta diatur juga dalam Pasal 6 ayat 1 KUHAP maka peran Jaksa dalam penyidikan Tindakan Pidana Korupsi sudah memiliki dasar hukum.

“Pengaduan masyarakat tentang korupsi merupakan pintu masuk untuk mengusut tuntas serta diharapkan bisa konsisten dan profesional dalam penegakkan hukum juga peraturan perundang-undangan. Karena bila tidak demikian maka itu berakibat timbulnya perilaku koruptif,” tandas Togar.

KONI merupakan Badan Publik seperti yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UU NO 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Dengan itu diingatkan karena anggaran induk organisasi olah raga tersebut bersumber dari APBN atau APBD. Karena itu baik pengelolaan maupun penggunaan anggaran KONI mesti transparan, terbuka dan informasinya dapat diakses publik, apakah anggaran untuk pembinaan atlet, cabang olahraga ataupun honor pengurus KONI BALI harus transparan

“Kuat dugaan salah satu indikator karena ada ketakutan pihak tertentu untuk tidak transparannya dalam pengelolaan anggaran di Induk organisasi tersebut, sehingga ada dugaan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan sampai mall administrasi serta praktik kolusi nepotisme, badan publik oleh sebagian orang demi melanggengkan kekuasaan dibantu penguasa daerah agar ingin mencuri uang rakyat dari dana hibah dan APBN juga APBD,” tutup Togar Situmorang. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!