Ilustrasi: Gede Gunada
Dalam Kamus Malaikat
Rupa-rupanya
Namamu adalah doa dalam hariku
Tanganmu adalah sejuk angin musim semi
Di antara panas api
Dalam hatimu aku adalah jantung gunung
Yang diambil dari kesunyian
Yang hidup dan mendekap di cahaya
Kasih sayangmu beterbangan
Membuka celah-celah langit
Memintakan keselamatan dan kedamaian
Sering kali engkau melupakan
Tentang cuaca buruk yang tak jarang lewat di halaman
Betapa engkau adalah mata air
Di tengah padang gurun
Sumber kehidupan
Yang membelah takdir Tuhan
Agar aku menjadi air, mata air kehidupan
2023
Menjelang Malam
Menjelang malam kudapati kasih ibu bermekaran
Meniup hari yang berdiang di tubuh ini
Menjelang malam
Kudapati lampu-lampu terang kembali
Menerangi orang-orang gedung
Yang datang dari kelelahan
Suara air berkecipak
Suara kecil berteriak
Suara panggilan dari toak
Perlahan jalan menjadi parau
Menjelang malam
Kudapati mentari memerah dalam sembunyi
2023
Gadis Pinggiran
Seperti lampu-lampu di bukit
Ia mengerdipkan matanya pada setiap lelaki
yang dianggap lemah dadanya
Ia perempuan gelap
Senang berada di antara dua pilar
Pilar penuh celah yang mudah dimasuki tikus dan rayap
Seperti lampu-lampu di bukit
Lampu dalam ruangan kedap suara
Mengantarnya ke sudut ruangan
Tempat puntung rokok berhamburan
Ia gadis lugu
Yang menjadi mutiara
Di antara badut kota.
2023
Ambarwati
Kau datang dalam cangkir yang dingin
Aku sebagai tungku
Angin yang senang meniup asap
Di bibirmu yang mungil
Kita mirip sekilas
Sebagai merpati dansa
Dalam sebuah pesta
Matamu yang lelah
Bersandar di bahuku yang gundah
“Malam ini kita akan abadi,” katamu
Langit bergemuruh
Rintik-rintik menggenang di matamu juga di mataku
Mungkinkah fana mengintai diam-diam
Sementara malaikat bersedih
Sebab tangan yang kugapai tampak jauh
Kau berucap dari mata
“Malam ini kita akan abadi kan?”
2023
Akhir Bulan
Bulan mengintip di celah atap
Jatuh di meja makan
Piring-piring sisa makan malam
Belum dicuci
Ada pesta tadi pagi
Pesta kepergian
Ia pamit menjelang siang
Ke dalam ruang penuh khayal
Tak ada kelelawar di pohon mangga
Yang biasa mengintip wajahnya
Malam ini aku akan mabuk di terasmu
Mengintip ranjang tidurmu
2023
Merelakan Kekalahan
Kurelakan engkau
Di antara lima waktu
Tempat sunyi berkumandang
Dan sisa suara yang sedang bergentayangan
Mumpung langit bersamaku
Dan takdir mengantarku
Kurelakan engkau
Pergi bersama baju-baju
Yang dijahit kita untuk menghadap cuaca
Selagi kenal menarik pada Ridha
Mungkin kuterisak
Dalam dahaga
Menyambut Medan Baru
Meninggalkan hutan layu
Kita sudah mengetahui
Tak ada lagi yang perlu diulangi
Dan pada bilik-bilik kecil
Kita lepaskan rasa bebas kita yang gigil
2023
BIODATA
Safari Maulidi, lahir di Pamekasan dan tumbuh di Sumenep. Ia alumni Pondok Pesantren Annuqayah. Puisi-puisinya tersiar di beberapa media online maupun cetak.