Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Mohon Tersangka Tak Ditahan, Kuasa Hukum Klaim Pembakaran Resort Detiga Neano Bugbug Spontan

BELA TERSANGKA: Erwin Siregar bersama para saksi di lingkungan Mapolda Bali, Selasa, 19 September 2023.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Gangsaran tindak, kuangan daya. Peribahasa khas Bali ini berarti perbuatan yang dilakukan terburu-buru tanpa dipikirkan terlebih dahulu.

Hal inilah yang membuat 13 warga Desa Adat Bugbug, Karangasem menyandang status tersangka di Polda Bali pasca pengerusakan dan pembakaran Resort Detiga Neano Desa Adat Bugbug, Karangasem.

Selasa, 19 September 2023, 14 warga Bugbug menjalani pemeriksaan maraton sebagai saksi atas kasus pembakaran dan pengerusakan tersebut.

Menariknya, jika sebelumnya berteriak kencang di sejumlah demontrasi yang digelar dan pada saat kejadian hadir dengan pakaian adat madya seolah-olah ada yang mengomandoi, saat diperiksa mereka mengaku aksi tersebut merupakan spontanitas.

Pengakuan itu diungkapkan saat mereka diperiksa oleh penyidik Ditreskrimum Polda Bali sebagai saksi.

Tak sendiri, belasan saksi tersebut didampingi oleh Tim Kuasa Hukum dan warga Bugbug lainnya yang mengenakan pakaian adat madya.

Mereka berkumpul di GOR Ngurah Rai terlebih dahulu, sebelum menuju ruang pemeriksaan.

Kuasa Hukum para saksi, Erwin Siregar menjelaskan, sejatinya Penyidik Subdit III Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali memanggil 15 orang untuk diperiksa.

Dari 15 orang yang dipanggil ini, dua orang merupakan perempuan dan, satu adalah anak laki-laki di bawah umur, masih pelajar tingkat SMA, namun salah satu di antaranya berhalangan.

“Kehadiran para saksi sebagai bukti bahwa kami adalah warga negara yang baik dan taat hukum,” ungkap Erwin.

Disinggung terkait apakah para saksi akan dijadikan tersangka jika mengaku bersalah? Erwin sebut penyidik tidak serta-merta langsung menangkap dan melakukan penahanan setelah pemeriksaan.

“Tidak seperti yang terjadi pada 13 terlapor sebelumnya, yang langsung ditetapkan tersangka dan ditahan usai diperiksa,” timpalnya.

Dia pun menginginkan agar warga Bugbug yang sudah jadi tersangka ditangguhkan penahanannya.

Dikatakan, para penasehat hukum yang hadir hari ini, bersama beberapa tokoh akan memberikan jaminan bahwa tidak ada pengulangan persangkaan terhadap pembakaran villa tersebut.

“Tidak akan ada keributan. Upaya penangguhan penahanan ini, sudah ajukan, hanya saja belum dikabulkan,” tambahnya.

Erwin berharap kepolisian yang menangani masalah tak hanya melihat dari sudut pandang hukum dengan menuntut warga Bugbug saja. Tetapi, juga perlu memproses owner atau kontraktor villa agat menyelesaikan syarat-syarat untuk melakukan pembangunan.

Sambil menunggu hasil kajian terkait bisa atau tidaknya villa tersebut dibangun, maka menurutnya pembangunan perlu dihentikan sementara.

Sambung Kuasa Hukum bernama Andreas menyebut ada pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka kasus ini. Ia mengatakan, penyidik tidak ada melakukan gelar perkara sesuai yang diatur Perkapolri 6 tahun 2014 di Pasal 45.

Pernyataan tersebut berlawanan dengan penjelasan Kabidhumas Polda Bali Kombespol Jansen Avitus Panjaitan, bahwa penyidik telah melakukan gelar perkara usai memeriksa terlapor sebagai saksi.

“Belum ada gelar perkara. Artinya penyidik melanggar prosedur seperti yang diatur dalam peraturan Kapolri,” singkatnya.

Masih di tempat yang sama, pengacara bernama Ida Bagus Putu Agung menanggapi mengenai isu adanya aktor intelektual dibalik aksi warga Bugbug melakukan pembakaran ini.

Ia menerangkan bahwa sama sekali tidak ada aktor intelektual yang dimaksud, melainkan aksi tersebut adalah spontanitas dari warga.

“Ini spontanitas, dan tidak ada aktor intelektual,” tegas Agung sembari membeberkan permasalahan bermula dari bangunan Villa Detiga Neano yang berada di kawasan suci. Masyarakat sudah melakukan suatu protes dengan demo dua kali, hingga ditemui oleh Wakil Bupati Karangasem.

Orang nomor dua di Karangasem itu disebut menjanjikan akan menutup sementara proyek tersebut. Namun, seiring berjalan waktu, pihaknya menilai janji tersebut tidak terlaksana.

Akhirnya masyarakat melakukan demo kembali yang sesuai dengan prosedur atau undang-undang. Artinya sebelum melakukan demo, sudah mengajukan permohonan kepada instansi terkait.

Saat demo yang ketiga, dari instansi pemerintahan disebut tidak ada yang datang. Gedung DPR dikunci dan semua pegawai instansi itu ada di luar yang dinilai oleh pihaknya tidak bersedia menerima pendemo ini.

Secara logika, dikatakan Agung, aspirasi masyarakat itu tidak tersalurkan dari janji-janji yang sudah diberikan si Wakil Bupati.

Selanjutnya, pendemo memutuskan untuk menyelesaikan aksi unjuk rasa mereka di lapangan Tanah Aron dengan membubarkan diri setelah diberi instruksi untuk pulang ke rumah masing-masing.

Tetapi tak disangka, sebagian dari masyarakat datang ke TKP dan terjadilah pengrusakan itu.

“Jadi spontanitas. Ya atas keinginan sendiri, karena mungkin dari kekecewaan mereka yang dulunya dijanjikan akhirnya ditagih kembali, tapi dihindari. Nah jadi memang spontanitas semua,” tutupnya. (sat/bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!