Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Seni Sana Sini

Jumantara Juara, Jengki: Puisi Mencintai Kita dengan Cara Tak Terduga

TERBAIK: Penulis antologi puisi Jumantara peraih Anugerah Hari Puisi Indonesia 2021, Wayan Jengki Sunarta 

 

MALAM Anugerah Hari Puisi Indonesia 2021, Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Minggu, 28 November 2021 jadi momentum spesial bagi pengasuh Komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP), Wayan Jengki Sunarta. Buku ke-12, sastrawan kelahiran Denpasar, Bali, 22 Juni 1975 itu meraih apresiasi tertinggi sebagai buku terbaik dalam ajang yang dihelat Yayasan Hari Puisi yang dinahkodai Maman S. Mahayana dan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.

Maman M. Mahayana mengumumkan Jumantara meraih Anugerah Hari Puisi Indonesia 2021 sebagai buku terbaik menyisihkan 5 buku puisi pilihan anugerah Hari Puisi Indonesia 2021 yang terdiri atas Poe karya Adri Darmadji Woko (Depok); Ibu, Kota, Kenangan karya Dedi S. Taherdi (Tasikmalaya); Suara-Suara dari Alifuru (Maluku); Pada Suatu Hari yang Panjang karya Tatan Daniel (DKI Jakarta); dan Lepas Muasal karya Seiska Handayani (Medan). 

“Jika kita mencintai puisi dengan serius, maka puisi akan mencintai kita dengan cara-cara tidak terduga. Ini benar-benar kejutan. Saya tidak menyangka bahwa buku puisi “Jumantara” (Pustaka Ekspresi, 2021) menjadi Buku Puisi Terbaik Anugerah Hari Puisi Indonesia (HPI) 2021,” ucap Jengki melalui pesan Whatsapp, Senin (29/11/2021) pagi.

Curhatnya, sejak 2016, hampir setiap tahun ia menyertakan buku puisi dalam sayembara buku puisi HPI, namun tidak pernah menang. Hanya masuk nominasi, yakni buku puisi Montase (2016) dan Amor Fati (2019). 

“Baru pada tahun ini buku puisi saya menemukan peruntungannya, menjadi  Buku Puisi  Terbaik HPI 2021. Tentu saya sangat bersyukur dan bangga dengan prestasi gemilang ini. Namun, saya juga menyadari bahwa prestasi ini menjadi cambuk bagi saya untuk terus melahirkan karya-karya yang lebih bernas lagi,” urai sosok yang sebelumnya melahirkan karya Solilokui (puisi; Pustaka Ekspresi, 2020), Amor Fati (puisi; Pustaka Ekspresi, 2019), Petualang Sabang (puisi; Pustaka Ekspresi, 2018), Senandung Sabang (catatan perjalanan; Badan Bahasa, 2017), Montase (puisi; Pustaka Ekspresi, 2016), Magening (novel; Kakilangit Kencana, 2015), Perempuan yang Mengawini Keris (cerpen; Jalasutra, 2011), Pekarangan Tubuhku (puisi; Bejana, 2010), Impian Usai (puisi; Kubu Sastra, 2007), Malam Cinta (puisi; Bukupop, 2007), Cakra Punarbhawa (cerpen; Gramedia, 2005), Purnama di Atas Pura (cerpen; Grasindo, 2005), dan Pada Lingkar Putingmu (puisi; Bukupop, 2005). 

“Terima kasih kepada Sang Penggerak Energi Semesta, orang tua tercinta yang mendidik saya dengan semangat egaliter dan membebaskan saya menempuh jalan sunyi kepenyairan,  Mahaguru Umbu Landu Paranggi dan Frans Nadjira, rekan-rekan penyair se-Indonesia, Dewan Juri HPI (Bapak Sutardji Calzoum Bachri, Abdul Hadi WM, Maman S Mahayana ), seluruh panitia HPI. Terima kasih juga kepada Phalayasa Sukmakarsa, Leenda Madya, Made Sugianto, I Ketut Putrayasa, Dewa Gede Kumarsana , dan Pustaka Ekspresi, serta semua pihak yang turut mendukung penerbitan buku ini. Terima kasih. Salam puisi,” tutup Jengki Mulai yang menulis puisi sejak awal 1990-an. Kemudian merambah ke penulisan prosa liris, cerpen, feature, esai/artikel seni budaya, kritik atau ulasan seni rupa, dan novel. (bp) 

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!