Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

humanisme

Komnas Perempuan Dukung Bintang Puspayoga Sikapi Serius Dugaan Diskriminasi MC Ecy

DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN LANGGAR HAM: Salah satu aksi solidaritas kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki sebelum pandemi (foto istimewa).

 

JAKARTA, BaliPolitika.Com- Tahun ini, 76 tahun sudah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merayakan detik-detik kebebasan terhadap belenggu penjajah. Meski secara de facto dan de yure merdeka, citra Bali yang dikenal di mata dunia internasional sangat toleran dan ramah kemungkinan akan jebol. Pasalnya, dugaan diskriminasi Putu Dessy Fridayanthi alias Ecy menjadi perhatian nasional dan internasional. 

Committee on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) menyoroti kasus ini. Lebih-lebih, Cedaw yang ditetapkan oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 18 Desember 1979 dan berlaku sejak 3 September 1981 dalam waktu dekat akan menggelar hajatan internasional di tanah air. Indonesia sebagai salah satu negara yang meratifikasi Konvensi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan memiliki kewajiban mengadopsi keseluruhan pasal dalam konvensi untuk diimplementasikan ke dalam hukum maupun kebijakan nasional. Dengan meratifikasi konvensi tersebut, maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada pembedaan antara laki-laki dan perempuan harus dihapus. Konsekuensi yang timbul dari ratifikasi konvensi tersebut juga mewajibkan Indonesia untuk melaporkan segala persoalan tentang diskriminasi terdahap perempuan ke Komite CEDAW di PBB.

Berpijak pada hal ini, solidaritas untuk Putu Dessy Fridayanthi alias Ecy mengalir. Setelah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia buka suara, dukungan serupa disampaikan 16 organisasi kesetaraan gender tanah air yang bernaung di bawah CEDAW Working Indonesia (CWGI), yakni AMAN Indonesia, Institut Perempuan, Institute of Women Empowerment (IWE), KePPak Perempuan,  Koalisi Perempuan Indonesia, Kalyanamitra, LBH APIK Jakarta, Perhimpunan Rahima, Rumpun Gema Perempuan, Sapa Institut, Solidaritas Perempuan, Yayasan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan “Mitra Perempuan”, YAPESDI, Yayasan Amalshakira, Yayasan Perlindungan Insani Indonesia, dan Yayasan Kesehatan Perempuan. Tiga tokoh feminisme tanah air, yakni Syafirah Hardani, Atashendartini Habsjah, dan Kencana Indrishwari juga menyatakan sikap atas “tragedi” yang dialami MC langganan Presiden Joko Widodo itu, Senin (20/9/2021).

Ketua Komisi Perempuan Nasional (Komnas) Perempuan Indonesia, Andy Yentriyani mendukung sikap tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga menyikapi dugaan diskriminasi yang dialami Putu Dessy Fridayanthi alias Ecy dalam sebuah acara kementerian yang dihadiri Gubernur Bali Wayan Koster, 10 September 2021. 

Komnas Perempuan berpendapat bahwa langkah Menteri PPPA adalah tepat untuk berkomunikasi dengan Gubernur Bali dan mengingatkan berbagai pihak tentang upaya bersama menentang diskriminasi berbasis gender terkait peristiwa larangan perempuan pembawa acara tampil di panggung. Andy Yentriyani merinci CEDAW Pasal 2 butir D memandatkan agar pejabat pemerintah dan lembaga negara tidak melakukan tindakan diskriminasi terhadap perempuan. 

“Sebagai kementerian yang diberikan tanggung jawab untuk kesetaraan gender, termasuk di dalam kerja, informasi dari berbagai pihak akan membantu KPPPA merumuskan strategi pemajuan kesetaraan gender di bidang kerja, termasuk jika dibutuhkan memperbaiki aturan atau praktik yang dapat berkontribusi pada diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini sesuai dengan tanggung jawab negara untuk melaksanakan mandat konstitusi pada penghapusan diskriminasi atas dasar apapun dan secara khusus UU No. 7 Tahun 1984 mengenai penetapan ratifikasi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW),” tegasnya. (tim/bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!