Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Pendidikan

APTISI Dorong STIKOM Bali Jadi Kampus Pendobrak

CHIEF DISRUPTION OFFICER: Ketua APTISI Pusat Dr. M. Budi Djatmiko 

 

DENPASAR, BaliPolitika.Com- Perguruan tinggi negeri maupun swasta di seluruh dunia kini dalam bahaya. Jika tak segera berinovasi, maka nasibnya akan sama dengan perusahaan taksi atau ojek konvensional. Di Indonesia, dari 195 perusahan taksi, kini tersisa hanya 15 perusahaan. Sebagian besar bangkrut, tergilas taksi online uber, grab, dan gojek. Perguruan tinggi juga akan mengalami nasib yang sama jika tak segera melakukan inovasi. 

Peringatan itu disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Pusat Dr. M. Budi Djatmiko ketika mempresentasikan tantangan perguruan tinggi di era Society 5.0 di depan para pejabat STIKOM Bali Group bertempat di kampus ITB STIKOM Bali, Renon, Denpasar.

Djatmiko memberi contoh lain di bidang perhotelan. Jaringan hotel internasional seperti JW Marriott, Hilton, Westin yang dibangun dengan biaya triliunan rupiah kini dikendalikan oleh marketplace Traveloka, Pegipegi, Mister Aladin, dan Agoda yang mungkin hanya membutuhkan anggaran Rp 1 miliar untuk pengembangan sistem aplikasinya. Tapi mereka kini justru menjadi pemilik ribuan hotel di seluruh dunia tanpa harus susah payah membangun hotel.

“Hasil penelitian Universitas Indonesia tahun 2016 menyebutkan hotel menerima tamu langsung hanya 4 persen. Sisanya dipasok oleh marketplace tadi,” ujarnya.

Demikian pula kampus-kampus konvensional yang saat ini tegak berdiri megah juga akan mengalami nasib yang sama seperti hotel, yakni dikendalikan oleh kampus online yang mengandalkan teknologi. “Mereka cari mahasiswa, tinggal bagi hasil dengan kampus model lama,” tukasnya. 

Di Amerika Serikat, Harvard University dan Massachusetts Institute of Technology (MIT) melakukan inovasi pembelajaran jarak jauh. Para mahasiswa asing tak perlu lagi datang ke Amerika. “Saat ini 7 persen mahasiswa baru Harvard University tetap tinggal di negaranya, tidak perlu ke Amerika. Begitu juga di MIT ada 10 persen mahasiswa baru tetap tinggal di negaranya,” kata Djatmiko.

Masih terkait urusan “plesiran” tersebut, korban nyata kehadiran marketplace menggilas dunia kampus dirasakan oleh kampus-kampus pariwisata. Ia menyebut saat ini sedikitnya 48 Program Studi Usaha Perjalanan Wisata tutup.

Manusia berada di era Revolusi Industri IV (R IV) Tapi Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (26 Desember 2012– 16 September 2020) menilai RIV mendegradasi peran manusia dalam kemajuan teknologi. Karena itu, Abe menelorkan konsep Society 5.0. Yakni sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia (human centered) dengan berbasis pada kemajuan teknologi (technology based). “Dibutuhkan seorang perusak sistem lama, kita butuh seorang CDO atau Chief Disruption Officer,” tegas Djatmiko.

Dia memberi ilustrasi begini. Di era Pandemi Covid-19 ini perusahaan-perusahaan besar berlomba mencari seorang CEO (Chief Executive Officer) andal untuk menjalankan bisnisnya, maka saatnya kampus membutuhkan seorang rektor perusak kampus yang mampu melabrak zona nyaman. “Kampus harus segera membuat inovasi. Ke depan dosen bukanlah segalanya karena mahasiswa bisa belajar di mana saja, kapan saja dengan berbagai sumber digital,” tegas Budi Djatmiko.Kata kuncinya terletak pada kemampuan dosen membuat dan  mengolaborasikan empat poin. 

Pertama, literasi data, yaitu kemampuan untuk membaca, analisis dan menggunakan informasi (big data) di dunia digital. Kedua, literasi teknologi, yakni memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi (coding, artificial intelligence, machine learning, engineering principles, biotech). Ketiga, literasi manusia, yaitu humanities, komunikasi dan desain. Keempat adalah pembelajaran sepanjang hayat. (rls/bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!