Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Kesehatan

Ahli Was-Was Medsos Picu Ledakan Kasus Bunuh Diri di Bali

dr. Rai: Bila Tak Bisa Bantu, Jangan Tambah Sakiti Mereka

EDUKASI: Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar, dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ. meminta media sosial jangan hanya mencari sensasi, melainkan lebih mengedepankan edukasi.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Media sosial, khususnya yang hanya berkutat pada sensasi “murahan” dengan mengesampingkan privacy seseorang tanpa adanya upaya konfirmasi kepada pihak-pihak tertentu dinilai akan memicu ledakan kasus bunuh diri di Bali. 

Teranyar hal ini berkaitan dengan kasus bunuh diri seorang remaja di Bali di mana wajah si gadis di ekspose tanpa sensor. 

Parahnya, wajah si pria yang diduga merupakan kekasih korban juga diunggah di lini media sosial lengkap dengan kalimat cacian tanpa adanya konfirmasi perihal kasus apa yang sebenarnya terjadi. 

Kondisi ini membuat dokter spesialis kejiwaan sekaligus Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar, dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ. berharap semoga pemberitaan buruk di media sosial tersebut tidak malah mendorong peniruan bunuh diri alias copycat suicide pada remaja lain yang sedang mengalami masalah serupa dengan yang diberitakan. 

“Sedang ramai berita bunuh diri pelajar SMA di Karangasem Bali hingga posting foto yang bersangkutan identitas jelasnya. Bahkan spekulasi pacarnya yang membuat patah hati identitasnya dibuka jelas. Banyak wartawan yang minta tanggapan saya. Berharap saya mengulas kasus itu. Tanggapan saya, saya tak akan mengambil panggung atas penderitaan korban dan keluarga,” tulis dokter spesialis kejiwaan, dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ. di laman media sosialnya, Senin, 18 Maret 2024. 

“Sebagai psikiater, saya memegang teguh etik untuk tak memberi komentar pada seseorang yang bahkan tak pernah saya periksa. Kemudian membumbui dengan spekulasi yang bisa diplesetkan macam-macam bahkan hingga membully orang lain disekitarnya di media sosial. Sesungguhnya saya sedih ketika dugaan kejadian bunuh diri masih diperlakukan sebagai berita kriminal yang mestinya menjadi sarana edukasi pencegahan bunuh diri tanpa melanggar privacy,” beber dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ.

Tidak adanya pemahaman penggiat media sosial terkait konten yang pantas dan tidak pantas disebarluaskan kepada masyarakat ini dinilai bisa menjadi bom waktu. 

“Dengan kita melanggar privasinya, berbagi identitas lengkap, justru kita sedang meningkatkan risiko keluarga dan orang sekitarnya untuk mengalami masalah kesehatan jiwa. Jadi bila tak bisa membantu, sebaiknya kita sebagai masyarakat dan media tak menambah lagi menyakiti mereka. Secara umum sepanjang 2 tahun terakhir saya sudah sering kok berbagi informasi pencegahan bunuh diri. Dan nggak usah kaget kalau tahun lalu menunjukkan bahwa orang Bali punya risiko tertinggi bunuh diri di Indonesia. Saya hanya bisa berharap semoga pemberitaan buruk di media sosial ini tidak malah mendorong peniruan bunuh diri atau copycat suicide pada remaja lain yang sedang mengalami masalah serupa dengan yang diberitakan. Semoga energi kebaikan datang dari segala penjuru,” tegas dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ. (bp/ken)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!