Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Sosial

Giring Adat Tutup Ashram, MKKBN: Bendesa Agung Kok Tak Pernah Jadi Bendesa Adat?

DENPASAR, BaliPolitika.Com- Polemik Surat Keputusan Bersama (SKB) Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali Nomor 106/PHDI– Bali/XII/2020 dan Nomor 07/SK/MDA– Prov Bali/XII/2020 tentang pembatasan kegiatan pengembangan ajaran Sampradaya non dresta Bali di Bali kian meruncing. Silang pendapat terjadi dipicu oleh penutupan sejumlah ashram Sampradaya berpegang pada SKB PHDI-MDA tersebut. Padahal, bunyi SKB antara PHDI dan MDA Provinsi Bali adalah pembatasan kegiatan pengembangan ajaran Sampradaya Non Dresta Bali di Bali, bukan pembubaran atau penutupan. Selain polemik ini mengerucut pada ancaman pembakaran ashram Sampradaya Hare Krishna.

Meski demikian, Ketua MDA Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet justru menyarankan desa adat melakukan penutupan meski tanpa dibarengi keputusan inkrah atau berkekuatan hukum dari institusi berwenang alias pengadilan. “Desa adat silakan menutup (ashram, red). Majelis Desa Adat akan mem-backup semua. Pada saat ada gugatan hukum segala macam, di situ MDA akan di depan desa adat. Itu sebenarnya secara implisit sudah instruksi (tidak disebutkan instruksi dari siapa, red). Tetapi karena satu SKB sudah keluar, yang itu merupakan penghormatan kepada otonom di desa adat, otonomi desa adat. Sekarang Ratu minta, makanya Ratu sering katakan laksanakan kewenangan dan otonom desa adat. Kalau memang perlu menutup, tutup saja jangan ragu-ragu,” tegas Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali dikutip dari webinar Langkah Efektif Penutupan Ashram Hare Krishna yang diselenggarakan Gerakan Kearifan Hindu Se-Nusantara (GKHN) dan MDA Provinsi Bali, Minggu, 2 Mei 2021.

Atas tindakan yang dinilai intoleransi dan abuse of power alias melewati kewenangan itu, Gedung Putih Amerika Serikat menyentil Majelis Desa Adat (MDA) Bali. AS membahas MDA Bali yang membabi buta melarang seluruh aktivitas International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) dan menganggap ISKCON berbeda dengan ajaran Hindu bukan lewat jalur semestinya, yakni hukum. Ironisnya, meski sikap Ketua MDA Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet dinilai melewati batas kewenangan, para bendesa adat se-Bali tampak manut. Teranyar, pada Rabu (19/5/2021) Bendesa Adat Pelapuan, Gede Rena, S.Pd., M.Pd, menyatakan siap memantau, mencegah, dan menutup ashram Sampradaya di wewidangan (wilayah) Desa Adat Pelapuan.

Upaya penggiringan desa adat yang terang-terangan itu mendapat perhatian serius Ketua Majelis Ketahanan Krama Bali (MKKB) Nusantara, I Ketut Nurasa, SH., MH. Ia menegaskan jabatan bendesa adat sangat strategis, khususnya di Bali. Menyangkut pemertahanan tradisi adat Bali di era globalisasi yang menghujam deras sebagai konsekuensi atas pilihan Pulau Dewata sebagai destinasi pariwisata dunia, Nurasa menyebut dibutuhkan pemimpin adat yang benar-benar menguasai sendi-sendi kehidupan adat, pondasi agama Hindu, dan lahir dari pilihan masyarakat adat. Jabatan bendesa adat sangat berperan penting dalam kehidupan krama Bali.

Dalam posisi dan peran sentral serta strategis adat ini, Nurasa mempertanyakan berita acara pemilihan Bendesa Agung Provinsi Bali. Nurasa mengaku was-was jabatan yang “mengayomi” desa adat justru tidak lahir atau dipilih oleh pihak desa adat. Di antaranya posisi Ketua MDA Provinsi Bali. Bahkan sosok Ida Idewa Gede Ngurah Swastha alias Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet (Penglingsir Agung Ksatria Dalem Treh Ida Idewa) tidak pernah mengemban amanat sebagai bendesa adat sebelum dilantik sebagai Bendesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali masa jabatan 2019-2024.

“Saya temukan fakta tentang Keputusan Bendesa Agung Majelis Desa Adat Bali Nomor 01/SK/MDA-PBali/VIII/2019 tentang susunan lengkap pengurus Prajuru Majelis Desa Adat Provinsi Bali 2019-2024. Dalam poin B menyatakan paruman desa adat se-Bali yang dilaksanakan di Pura Samuan Tiga, Gianyar, Bali pada Anggara Pon Langkir 6 Agustus 2019 memberikan mandat sepenuhnya kepada Bendesa Agung terpilih untuk melengkapi susunan lengkap pengurus atau prajuru Majelis Desa Adat Provinsi Bali masa bhakti 2019-2024. Namun, saya belum temukan berita acara siapa yang terpilih sebagai Bendesa Agung. Siapa yang memilih Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet?” tanyanya.

Ulangnya, dalam posisi Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet berkoar-koar bertindak mengatasnamakan desa adat, Nurasa mengaku tidak tahu menahu siapa yang memilih sosok yang tidak pernah menjabat sebagai bendesa adat tapi langsung meloncat sebagai bendesa agung itu. “Ini membuat saya pribadi merasa was was terhadap keselamatan adat Bali ke depan,” ujarnya.

“Terbitnya Keputusan Bendesa Agung Majelis Desa Adat Bali Nomor 01/SK/MDA-PBali/VIII/2019 tentang susunan lengkap pengurus Prajuru Majelis Desa Adat Provinsi Bali 2019-2024 tertanggal 26 Agustus 2019 merupakan tindakan administrasi yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum karena tidak mencantumkan siapa nama yang terpilih dalam Paruman Agung Desa Adat se-Bali,” tegas Nurasa. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!