Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Sukahet Bukan Raja Nusantara, Umat Keluar dari Bali Provinsi Mana Mau Terima?

DISOROT: Narasi colek pamorin dan keluar dari Bali yang dihembuskan I Dewa Gede Ngurah Swastha alias Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet di Pura Ulun Danu Batur, 5 Juni 2022 berbuntut panjang.

 

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten dan Kota se-Bali bersikap tegas merespons pernyataan I Dewa Gede Ngurah Swastha alias Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet di Pura Ulun Danu Batur, 5 Juni 2022.

Para pengurus FKUB dimaksud, yakni Wayan Tontra (FKUB Tabanan yang juga Ketua PHDI Tabanan dan Ketua MDA Tabanan), Gde Rudia Adiputra (FKUB Badung), Dr. Nengah Rustini (FKUB Karangasem), Komang Arsana (FKUB Jembrana), Dr. Gede Metera (FKUB Buleleng), IB Viprajana (FKUB Gianyar), Gusti Ngurah Warsika (FKUB Klungkung), Nyoman Sukra (FKUB Bangli) dan Prof. Budiana dan Made Arka (Ketua dan Sekretaris FKUB Denpasar) menegaskan tak mau diseret-seret soal narasi colek pamor dan usir umat dari Bali sebagaimana yang viral dinarasikan I Dewa Gede Ngurah Swastha.

Mereka menegaskan, FKUB di kabupaten/kota se-Bali tidak pernah rapat dan memutuskan seperti yang disampaikan Sukahet, sehingga pernyataan itu merupakan narasi pribadi. Ditegaskan seluruh FKUB di kabupaten/kota di Bali, bahu-membahu menuntaskan masalah, merukunkan sesama umat beragama, intra umat beragama, serta dengan pihak lain seperti pemerintah.

Diberitakan sebelumnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakui eksistensi berbagai agama dan keyakinan. Saat ini, Indonesia mengakui 6 agama resmi, yakni Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Selain itu, negara juga mengakui eksistensi berbagai aliran kepercayaan. Makna ayat 2 Pasal 29 UUD 1945 menegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan warganya dalam beragama dan beribadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing.

Namun, hal ini tampaknya tidak berlaku bagi Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali merangkap Ketua Asosiasi Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet.

Dalam acara bertajuk Pesamuan Pemangku Padma Bhuwana, Dang Kahyangan, dan Kahyangan Desa se-Bali di Pura Ulun Danu Batur, 5 Juni 2022, Sukahet tegas hendak melanggar Surat Keputusan Bersama Nomor: 106/PHDI-Bali/XII/2020 dan Nomor: 07/SK/MDA-Prov Bali/XII/2020 yang ia tanda tangani sendiri bersama bersama Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Prof. I Gusti Ngurah Sudiana, Rabu, 16 Desember 2020 di Kantor MDA Provinsi Bali.

SKB PHDI dan MDA Provinsi Bali ini memuat tentang pembatasan kegiatan pengembangan ajaran Sampradaya non Dresta Bali di Bali yang berlaku pada tanggal ditetapkan, Rabu, 16 Desember 2020.

Dalam video pesamuhan 5 Juni 2022 yang beredar luas di media sosial ada pernyataan Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet yang menyinggung-nyinggung perihal ajakan untuk men-sweeping umat Hindu yang sembahyang ke pura. Apakah yang bersangkutan sampradaya ataukah dresta Bali. Kalau sampradaya dan tidak bisa dibina dan disadarkan kembali ke dresta Bali oleh Sukahet dinyatakan agar yang bersangkutan keluar dari Bali.

Sukahet menyebut posisinya sebagai Ketua Asosiasi FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Indonesia dan sudah menyampaikan bahaya gerakan sampradaya di Bali ini di forum FKUB yang disebutnya mengonversi umat sudah beragama dan tidak sesuai Pancasila.

Adapun narasi yang videonya beredar luas, Ida Sukahet menyatakan hal berikut ini. ‘’Saya setuju, dengan dana demarkasi ini, kita identifikasi, mana orang-orang yang penganut sampradaya asing, mana yang ajeg Hindu dresta Bali, harus colek pamorin, begitu dia atau mereka ke pura, tanya, apakah akan kembali ke dresta Bali, ataukah tetap sampradaya asing, karena kalau mereka kembali; inggih titiyang matur sisip, ngaturang Guru Piduka, Upasaksi. Karena tujuan kita, bukan membenci, tapi menyadarkan dan membina, tapi kalau tidak bisa disadarkan dan dibina, keluar dari Bali,” ungkapnya berapi-api.

Terkait formatur pembentukan Saba Pemangku dalam paruman di Pura Batur, 5 Juni 2022 lalu, pemangku Pura Agung Besakih, Jro Mangku Jana melakukan klarifikasi. Jro Mangku Jana mengaku tidak tahu ada pertemuan di Pura Ulun Danu Batur itu. Ia juga tidak pernah hadir dan tidak pernah meminta untuk dimasukkan sebagai formatur.

Selain pemangku, Bendesa Adat Besakih, Mangku Widhiarta juga menegaskan tidak pernah mendapat undangan, tidak tahu-menahu, dan tidak pula hadir atau mengirim pemangku Besakih untuk hadir dalam Pasamuhan. Apalagi menyetujui pencantuman pemangku Pura Besakih sebagai formatur Sabha Pemangku. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!