Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Gaungkan Satu Jalur Hingga Presiden, Dana-Dipa Dinilai “Menista” Jokowi

KARANGASEM, BaliPolitika.Com- Tak hanya disebut merendahkan moralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi), paslon nomor urut 1, I Gede Dana- I Wayan Artha Dipa (Dana-Dipa) juga dinilai menista presiden ke-7 Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemicunya adalah konsep satu jalur yang menjadi jualan politik Dana-Dipa dalam debat perdana Pilkada Karangasem 2020, Sabtu (24/10/2020). Menghadapi petahana sekaligus paslon nomor urut 2, I Gusti Ayu Mas Sumatri- I Made Sukarena (Massker), Dana-Dipa disebut “macan kertas” dan terkesan memaksakan jargon satu jalur. Dana-Dipa seolah “tutup mata” bahwa konsep Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang disebut CGT terwujud dalam 2 tahun di tingkat provinsi “di-bully” banyak pihak.

“Mereka (Dana-Dipa, red) mencoba memaksakan diri dengan membangun narasi yang sangat absurd (konyol, red) bahwa Karangasem baru akan bisa dibangun jika dipimpin oleh mereka yang separtai dengan presiden. Hahahahahahaha. Tanpa sadar mereka sudah menghina dan menista Presiden Jokowi dengan memfitnah Beliau sebagai presiden yang partisan dan tidak peduli sama masyatakat yang beda partai. Sekedar gambaran, cobalah lihat Kabupaten Klungkung pasca kekalahan Pak Koster dan Calon PDIP di sana. Pembangunan dan kucuran dana dari pusat terus mengalir. Pembangunan pelabuhan segitiga emas tetap berlanjut, rencana pembuatan pusat kebudayaan di eks galian C terus dikebut,” ungkap I Nengah Sumerta, petani muda yang getol mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan masyarakat luas.

Imbuh mantan Wakil Kepala SMA Bali Mandara itu, poin yang ingin disampaikannya adalah pembangunan suatu daerah sama sekali tidak didasarkan pada sama tidaknya partai pemenang di daerah tersebut dengan presiden. Jadi, menggunakan gimmick alias tipu muslihat itu sebagai bahan kampanye adalah bukti bahwa Dana-Dipa tidak bisa menunjukkan strength atau kekuatan. Sebaliknya, malah sibuk nempel ke sana-ke mari.

“Jika Dana-Dipa memiliki kepercayaan diri dan menguasai permasalahan Karangasem, mereka pasti akan berfokus pada perencanaan dan program. Bukan malah memanfaatkan Jokowi Effect untuk menarik simpati dan menyembunyikan ketidakmampuan mereka dalam menjabarkan program kerja mereka. Memaksakan jargon satu jalur dengan mengidentifikasi Pak Gubernur Koster juga merupakan wrong move (langkah salah, red). Pak Koster sejak awal memerintah belum ada satu pun moment breakthrough (terobosan, red) yang membuat Beliau stand out of the crowd (menonjol, red) dan layak dijadikan role model (teladan, red). Yang ada malah banyak sekali bully (ejekan, red) dan protes warga terkait kebijakan-kebijakan yang diambil,” bebernya.

Sumerta merinci beberapa hal patut dipertanyakan kepada Gubernur Koster yang sangat membangga-banggakan konsep Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Pertama, terkait pemberian lahan pada korporat luar untuk menanam pisang dan menjual pisang di Bali seluas 50 hektar. Sumerta menilai hal itu akan mematikan daya saing petani kecil untuk bertarung melawan korporasi raksasa. Kedua, penanggulangan Covid-19 yang tidak terkoordinasi dengan baik. Ketiga, transparansi penggunaan refocusing APBD Bali senilai Rp 756 miliar dalam penanggulangan Covid-19. Keempat, banyak imbauan yang dikeluarkan Pemprov Bali dinilai membingungkan masyarakat. Khusus denda tidak memakai masker senilai Rp 100 ribu, faktanya malah tidak satu jalur dengan bupati dari PDI Perjuangan sendiri.

“Jika satu jalur yang Anda (Dana-Dipa, red) maksud adalah meniru yang dilakukan Pak Koster kemudian menerapkannya di Karangasem, saya kira kita semua sudah paham seperti apa reaksi masyarakat terhadap rencana itu,” ungkap Sumerta sembari menunjukkan foto hamparan kebun pisang di tanah milik Pemprov Bali. Sumerta mengisi keterangan bahwa sampai saat ini belum dan tidak pernah ada penjelasan yang valid tentang bentuk kerjasama, MOU, serta kepemilikan saham Perusda Bali dalam pengelolaan tanah daerah tersebut.

“Dari debat kemarin, jelas sekali Dana-Dipa tidak memiliki kemampuan untuk merencanakan dan membuat program holistik untuk Karangasem. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang bottom up. Di mana data dan fakta dari grassroot dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan. Jika programnya hanya didasarkan pada program gubernur yang bahkan sampai mendekati akhir tahun kedua masih belum ada pembuktian apapun selain pembuatan regulasi yang sebagian masih seperti macan kertas, tentu saja Dana-Dipa tidak akan mampu menarik simpati masyarakat Karangasem,” tutup Sumerta.

Diberitakan sebelumnya, seorang konsultan bisnis online perdagangan berjangka yang konsisten memperhatikan pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya Bali, I Wayan Gelis Ardika menilai Dana-Dipa merendahkan moralitas Presiden Jokowi. Terangnya, meski tidak satu jalur sekalipun, Mas Sumatri telah berulangkali mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat karena Presiden Jokowi tidak membedakan kepala daerah berdasarkan partai politiknya. Tegas Gelis, Jokowi netral dan menjadi milik seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya milik PDI Perjuangan. Gelis sangat menyayangkan politisi sekaliber Gede Dana memiliki pandangan yang menjurus pada politik identitas atau golongan. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!