Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Ekbis

Spa No Plus-Plus Bukan Hiburan, Tapi Wellness

BUKAN HIBURAN: Posisi usaha dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disahkan di Jakarta oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada 5 Januari 2022 memicu polemik.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Menjamurnya spa esek-esek alias plus-plus di Bali sepertinya membuat pemegang kebijakan salah mengartikan pengertian spa yang sebenarnya hingga berdampak pada pengenaan pajak yang “salah rumah”. 

Buntutnya, lahir Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disahkan di Jakarta oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada 5 Januari 2022. 

Di dalamnya, usaha spa dimasukkan pada kelompok kesenian dan hiburan. Pasal 55 UU Nomor 1 Tahun 2022 ini berkaitan langsung dengan Pasal 58 (2) UU Nomor 1 Tahun 2022 yang berbunyi khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen (empat puluh persen) dan paling tinggi 75 persen (tujuh puluh lima persen).

Sekadar diketahui sebelum mengalami kenaikan minimal 40 persen, pajak spa adalah 15 persen bahkan sempat hanya 12,5 persen.

Ketua Indonesian Hotels and General Manager Association (IHGMA) Bali Dr. Yoga Iswara mengamini kenaikan pajak spa menjadi minimal 40 persen ini karena spa digolongkan ke dalam hiburan sementara dalam industri pariwisata. Padahal spa berdasarkan definisi dan nomenklaturnya bukanlah hiburan melainkan wellness.

Dr. Yoga Iswara berharap status spa tidak diturunkan menjadi hiburan melainkan tetap berstatus wellness karena ada proses healing, dan proses budaya yang harus dilestarikan.

Apalagi saat ini industri spa khususnya di Bali sedang mengembangkan spa berdasarkan etnografi, kekayaan atau tradisi dalam suatu daerah, seperti Balinese Massage. 

Dengan upaya tersebut, industri spa di Indonesia diharapkan dapat meningkat popularitasnya di dunia seperti Thai Massage dan Swedish Massage.

Jika peraturan tersebut dijalankan, Dr. Yoga Iswara yakin pasti berdampak pada industri spa dan pariwisata di Bali karena selain akomodasi, penunjang pariwisata utama di Bali adalah spa.

Diberitakan sebelumnya, pembuat UU Nomor 1 Tahun 2022 dan penguasa yang melahirkan UU ini dinilai tidak memperhatikan definisi yang sebenar-benarnya tentang aktivitas usaha spa.

Kealpaan ini berakibat fatal. Pembuat undang-undang memasukkan begitu saja aktivitas usaha  spa dengan menggolongkannya pada kelompok kesenian dan hiburan pada UU Nomor 1 Tahun 2022.

Penempatan usaha kegiatan SPA pada kelompok kesenian dan hiburan pada Pasal 55 UU Nomor 1 Tahun 2022 ini berkaitan langsung dengan Pasal 58 (2) UU Nomor 1 Tahun 2022 yang berbunyi khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen (empat puluh persen) dan paling tinggi 75 persen (tujuh puluh lima persen). (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!