Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

RKUHP Ketok Palu, Pariwisata Bali di Ujung Tanduk

PARIWISATA BALI GAME OVER: Pariwisata Bali yang sedang bangkit dari tidur panjang akibat pandemi Covid-19 terancam sepi lagi. Pemicunya pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU yang memuat poin larangan seks di luar nikah.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Pariwisata Bali yang sedang bangkit dari tidur panjang akibat pandemi Covid-19 terancam sepi lagi.

Pemicunya pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU yang memuat poin larangan seks di luar nikah.

Kenapa pariwisata Bali terancam? Karena pariwisata Bali hidup dari turis mancanegara yang menurut hukum di negara asal turis tidak harus menikah untuk memiliki buah hati dari pasangannya.

Dengan kata lain, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU yang memuat poin larangan seks di luar nikah perlahan tapi pasti akan membunuh pariwisata Bali.

Tak hanya bagi industri pariwisata, alarm bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU yang memuat poin larangan seks di luar nikah juga berbahaya bagi kelangsungan investasi di Indonesia.

Diketahui, Amerika Serikat memberi peringatan ke Indonesia dan menyebut kemungkinan ‘kaburnya’ investor dari RI.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price menyebut bahwa Washington khawatir tentang bagaimana perubahan ini dapat berdampak pada pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan mendasar di Indonesia.

Ini, menurutnya, tentu akan memiliki dampak yang negatif bagi warga AS di Indonesia.

RKUHP menjadi UU disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Selasa, 6 November 2022.

Keputusan itu diambil dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.

Berdasarkan draf RKUHP versi 30 November 2022 yang dikirimkan jubir RKUHP, Albert Aries, KUHP yang berlaku sebelumnya adalah sisa peninggalan penjajah Belanda. Sehingga mencerminkan kultur masyarakat Belanda.

Salah satunya adalah tidak mempermasalahkan sepasang pria dan wanita melakukan hubungan seks di luar nikah atau zina sepanjang saling setuju atau kedua pasangan sama-sama mau. Perbuatan zina baru menjadi pidana bila salah satunya sudah menikah, atau kedua pasangan itu sudah sama-sama menikah.

Nilai di atas dianggap tidak sesuai dengan norma masyarakat timur sehingga zina dimasukkan delik pidana. Hal itu tertuang dalam Pasal 411:

  1. Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
  2. Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

– Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.

– Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

  1. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
  2. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!