Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi Gimien Artekjursi

Ilustrasi: Gede Gunada

 

SEHARUSNYA AKU

lihatkah kau bagaimana burung-burung
memuji kebesaran tuhan, langit terpesona
semak-semak, rerumputan menyerahkan diri
bagi keagungan semesta?

aku sudah lelah bicara
tapi tak juga semesta mengerti
berdiri di bawah kakiku aku menatap sepi
hanya mimpi berkali-kali berjatuhan dari cabang-cabang pohon
memenuhi tidurku, menutup jalan-jalan, menimbun kuburku
lalu bagaimana aku harus bicara?
ajarilah aku bicara!
angin hanya tahu ranting, uap air
kedinginan cuaca
membeku di lereng
duhai, mengapa aku tahu dan mengerti
sedang dari daun-daun gugur musim mengubur kesepiannya sendiri
seharusnya aku diam!
ya, seharusnya aku diam
tetapi…….

 

SELAMAT PAGI, EMBUN

selamat pagi, embun
bersama kita akan menyongsong matahari
membiarkan diri menguap dalam teriknya
mengangkasa dalam pengembaraan
untuk kembali jatuh
di bumi
untuk kembali bermimpi
pengembaraan kita memang tak pernah berakhir
dari musim ke musim
meski selalu mimpi yang kita bawa dan temui
meski selalu mimpi
terimalah seperti adanya
kita senasib sebenarnya
selamat pagi, embun
selamat menyongsong mimpi

 

HANYA MIMPI YANG BISA KITA BANGUN

setiap waktu mimpi dibangun
di bawah langit dan hembusan angin
seperti dulu seperti ketika adam dan eva pertama kali
mencatat perjalanan panjang di atas sejarah yang kering
apakah yang bisa diperbuat
selain membangun mimpi demi mimpi
di atas jalan yang sekian kali kita lalui
hanya batu yang bisa tahan
dan rumput dan pohon dan kita hanya jadi debu
pun setiap tetes keringat setiap darah yang bersimbah
sia-sia mengalir tak menembus kubur

“tapi tuhan mengutus kita mendirikan istkubur
bantahnu ketika malam lewat dan bintang-bintang
bersinar di balik langit
gema hanya jawabnya berputar-putar di atas gurun
(dunia yang tenggelam)
dan angin terus menghempas segala yang hidup
cinta demi cinta
tersuruk dalam kubur masing-masing
tapi mimpi cuma yang tetap bisa kita bangun
pun dalam kubur adam dan eva
apa lantas yang harus disesali
di atas jalan yang sekian kali kita lalui
hanya batu yang bisa tahan
dan rumput dan pohon dan kita hanya jadi debu

 

YANG SISA HANYA MIMPI

di bumi ini
kedamaian, ketenangan, kemerdekaan dan kebahagiaan tinggal kenangan
yang sisa hanyalah mimpi
bukalah jendela dan tengoklah:
apa yang kau lihat?
hanya mimpi, mimpi dan mimpi
di ladang para petani menabur benih menuai mimpi
di laut para nelayan menebar jala menjaring mimpi
di rantau para musafir mengejar harapan meraih mimpi
burung-burung terbang ke langit hanya kicaukan mimpi
semesta mendendangkan mimpi dalam desah sehari-hari
pagi hari mimpi melayang-layang di tengah kabut
siang hari mimpi merayap sepanjang jalan
mimpi menggenangi halaman pada musim hujan
kita berpayung mimpi di bawah terik matahari musim kemarau
mimpi pun tumbuh dalam detik-detik kematian
tak perduli cinta
ada atau sia-sia
jadi, apalagi yang kau harap dari dunia rapuh ini?
jangan harap kau bisa menemukan yang lain
lantaran yang sisa hanya mimpi

 

HUJAN PAGI

hujan pagi ini penuh mimpi
masih lelapkah tidurmu
teruskan
batu-batu, rerumputan
biar aku yang jaga

 

BUNGA DAN ANGIN

bunga itu masih bermimpi
memimpikan dunia
ketika angin tiba-tiba bertiup
menggugurkannya
dan ketika angin yang sama
lewat di tempat itu semusim kemudian
bunga itu masih juga bermimpi
di bawah tumpukan daun-daun gugur
angin kemudian menelusup di bawah guguran daun-daun
menciumi bunga yang gugur semusim lalu itu
karena angin juga tengah bermimpi
memimpikan hal yang sama

 

EPISODE MIMPI-MIMPI

I
mimpi-mimpi kita terpendam di sini
di bawah lumpur dan basahnya cuaca
masihkah kita bisa melukisnya
tanpa mentari dan cahaya langit?

II
tak perlu lagi kau pejamkan mata
mimpi akan selalu lewat
mengucap selamat pada kehidupan
sebelum tidur mendengkur dalam kubur
dan rerumputan, kupu-kupu
biar menyusun doa baru bagi kelamnya semesta
sebab mimpi-mimpi kita masih ada di sini
:di dada

III
mimpipun tumbuh dalam detik-detik kematian
tak perduli cinta
ada atau sia-sia

IV
baiknya taburkan mimpi-mimpi
di atas kubur kita
bunga-bunga akan layu
di atas kubur
jadi, taburkan saja mimpi-mimpi
mimpi-mimpi kita
yang abadi

==================

Biodata

Gimien Artekjursi. Lahir 3 Agustus l963. Tinggal di Banyuwangi. Puisinya di publikasikan di media cetak dan on line di Indonesia. Antologi puisi: Para Penyintas Makna(Teras Budaya, 2021), Pujangga Facebook Indonesia (PT Metaforma Internusa, 2022). Memenangkan lomba menulis puisi tingkat nasional yang diselenggarakan Sanggar Minum Kopi Bali l989 dan Nagerikertas.com 2022. Fb: Gimien Art.

Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama, antara lain: Pameran Kelompok Komunitas Lempuyang di Hilton Hotel, Surabaya (1999), Pameran “Sensitive” Komunitas Lempuyang di Danes Art Veranda, Denpasar (2006). Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!