Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Panji Astika: Saya Tak Bisa Seorang Diri Mengubah Tabanan

Tabanan (BaliPolitika.Com) – Kabupaten Tabanan tidak pantas lagi menyandang predikat sebagai lumbung beras Pulau Bali. Akibat alih fungsi lahan pertanian yang luar biasa dan tidak terkendali, posisi prestisius itu kini digeser oleh Kabupaten Jembrana. Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jembrana, I Wayan Sutama baru-baru ini menegaskan bahwa hasil panen subak di Bumi Makepung mampu berproduksi antara 7,5 hingga 8,5 ton per hektar dari 6.725 hektar luas areal subak.

“Bisa dicek berapa penurunan luas lahan pertanian di Tabanan. Berapa pula tingkat produktivitas pertanian 20 tahun terakhir. Dulu Tabanan adalah lumbung beras Bali. Itu tinggal kenangan. Posisi ini sudah digeser Jembrana,” ungkap tokoh Puri Anom Tabanan, Anak Agung Ngurah Panji Astika. Tak hanya di sektor pertanian, Tabanan juga “jebol” di segala lini. Contohnya penghargaan adhipura yang tidak lagi diraih serta peningkatan penghasilan asli daerah alias PAD.

“Indikator prestasi petahana bisa diukur atau dinilai dengan mudah oleh masyarakat. Berapa persen jalan kabupaten yang rusak di Tabanan juga bisa dilihat langsung. Tingkat kebahagian masyarakat juga patut dipertanyakan. Yang pasti, prestasi generasi muda Tabanan juga melorot di bidang olahraga. Hanya menyabet posisi ke-5 dalam ajang Porprov Provinsi saat menjadi tuan rumah. Ini saya pikir kelemahan pemerintah,” tegas pria yang fasih berbahasa asing itu.

Menariknya, disinggung soal status WTP yang selalu diraih Pemda Tabanan dari Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI, Panji Astika menjawab DKI Jakarta saat dipimpin seorang Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok tidak pernah meraih WTP. “Dari infrastruktur, apa sih yang sudah dibangun dalam 10 tahun terakhir? Apa yang sudah dibangun selama 20 tahun terakhir? Taman Kota dan Gedung Mario itu dibangunbmenggunakan dana provinsi. Tabanan adalah kabupaten dengan infrastruktur jalan terburuk di Bali. Jalan yang bagus ke Jatiluwih adalah jalan provinsi. Coba tengok ke jalan-jalan kabupaten, waduh. Di Marga jalan tanah masih banyak. Padahal jalan merupakan urat nadi perekonomian. Pertanyaannya kenapa PDIP selalu menang di Tabanan?” tanyanya kepada masyarakat.

Lebih jauh, Panji Astika mengulas buku berjudul “Bansos Membunuh Demokrasi”. Dia tak memungkiri politik di Tabanan telah mengakar dan menjalar hingga ke pemilihan kelian dinas. Desas-desus beredar pemilihan setingkat kelian dinas atau dusun pun dikontrol oleh penguasa. “Korawa bisa menjadi penguasa, apakah karena pintar? Karena baik? Tidak. Tapi karena dia menguasai sistem. Lewat permainan dadu Pandawa terdepak dan Korawa akhirnya berkuasa. Pertanyaannya, apakah ada sesuatu yang abadi di dunia ini? Tidak. Mudah-mudahan masyarakat Tabanan tak melulu melihat warna, namun lebih fair dan cermat karena ini menyangkut masa depan anak cucu mereka,” curhat Panji Astika.

Pendiri Yayasan Pelestari Budaya Tabanan itu yakin kalau sistem tidak dikorupsi dan direkayasa, masyarakat Tabanan tentu akan memilih pemimpin yang seharusnya dipilih. “Saya pribadi ingin sekali melakukan perubahan. Tapi, saya sadar tidak bisa melakukannya seorang diri. Saya membutuhkan uluran tangan seluruh masyarakat Tabanan. Saya hanya menjadi inspirator dan eksekutor. Perubahan ke arah ideal ini masyarakat yang menentukan. Jangan lupa, yang memerdekakan Indonesia bukan Soekarno seorang diri, melainkan seluruh rakyat Indonesia. Dalam posisi tersebut Soekarno bersedia menjadi pion terdepan dalam perang melawan penjajah demi perubahan dan kemerdekaan. Saya siap lahir dan batin menjadi ikon perubahan menuju Tabanan yang lebih baik,” tutupnya. (*)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!