Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

POLEMIK

Pengusaha Spa Bali Tolak Pajak 40-75 Persen

TOLAK: Bali SPA Bersatu sampaikan petisi penolakan kenaikan pajak 40 persen dan judicial review ke MK di Seminyak, Jumat, 12 Januari 2024.

 

BADUNG, Balipolitika.com- Lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) yang salah satunya mengatur soal pajak dan mengelompokkan bisnis usaha SPA (Sante Par Aqua) ke dalam jenis usaha hiburan mengancam keberlanjutan usaha spa di Bali.

Ketua Inisiator Bali Spa Bersatu, I Gusti Ketut Jayeng Saputra menyebut pemerintah “salah kamar”, seharusnya industri SPA masuk dalam kategori usaha jasa kesehatan dan kebugaran.

Terlebih, pada Pasal 58 (2) UU Nomor 1 Tahun 2022 telah menetapkan, pajak paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen untuk jasa spa dianggap membunuh secara perlahan industri spa di Bali yang notabene baru saja bangkit pasca pandemi Covid-19.

“Standar internasional di negara-negara lain sudah menentukan bahwa kegiatan usaha spa murapakan bidang kesehatan dan perawatan. Pemerintah Indonesia saya rasa sudah salah kamar jika menetapkan spa sebagai usaha jasa hiburan. Hal ini tentu saja sudah mengguncang perasaan keadilan kami para pelaku bisnis usaha spa, khususnya di Bali,” ungkap pria yang kerap disapa Ajik Jayeng, Jumat, 12 Januari 2024.

Pihaknya juga telah mengadakan pertemuan dengan Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali, mengajukan permohonan secara tertulis untuk dilakukan kajian hukum sehubungan dengan telah disahkannya UU Nomor 1 Tahun 2022, serta adanya Peraturan Daerah (Perda) Bali terkait perpajakan.

Sementara itu, Tim Advokasi Bali SPA Bersatu Mohammad Ahmadi dan Mohammad Hidayat menambahkan langkah hukum telah dilakukan dengan mengajukan permohonan pengujian materi alias judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK) No.10-1/PUU/PAN.MK/AP3, akibat adanya kerugian dalam pemberlakuan Pasal 55 Ayat (1) Huruf I dan Pasal 58 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2022.

Ahmadi menyebut pengesahan UU Nomor 1 Tahun 2022 pada dasarnya sama sekali tidak memperhatikan definisi sebenar-benarnya tentang aktivitas usaha SPA, sehingga terkesan memasukkan begitu saja usaha spa ke dalam golongan usahan hiburan.

“Kami telah melakukan upaya hukum berupa judicial review terkait akan hal ini, dengan mengajukan permohonan di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berupa Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,” jelasnya.

Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Bali Spa Bersatu berharap, perjuangan dalam mencari keadilan ini akan membuahkan hasil yang baik. Jangan sampai, dengan lahirnya UU Nomor 1 Tahun 2022 justru malah menggerus kegiatan usaha spa di Indonesia.

“Kami berharap apa yang kami ajukan bisa segera mendapat respons positif dari MK, sampai benar-benar mendapatkan kepastian hukum yang tepat,” tutupnya.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!